Visi Pemerintahan Desa Cisondari 2013-2019 "Mewujudkan Desa Membangun Demi Tercapainya Masyarakat Yang Maju,Dinamis dan Sejahtera , Melalui Kepemimpinan Visioner Yang Mampu Menawarkan Gagasan Baru dan Konsisten Mengawal Percepatan Pembangunan Desa

Minggu, 26 Januari 2014

PERAN SUAMI DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA

Penulis : Yosep Selamet  R, S.Sos.


P
andangan yang ada di masyarakat sekarang, program KB adalah keharusan istri atau wanita. Padahal bila sayang istri, suami juga harus ber-KB. Sejak digalakkan pada tahun 1970, program KB (Keluarga Berencana) selalu identik dengan wanita atau istri. Padahal wanita juga memiliki hak reproduksi dan kesetaraan gender yang sama dengan pria. Pada awalnya program KB memang diarahkan untuk wanita karena terfokus untuk menunda kehamilan pada wanita. Akan tetapi wanita juga memiliki hak reproduksi yang sama.
KB pada dasarnya berfungsi untuk:
1.     Menunda kehamilan
2.     Mengatur jarak kehamilan
3.     Mengatur jumlah anak
Karena fungsi KB tidak hanya untuk menunda kehamilan, maka pria juga harus berperan. "Pria kalau sayang dan kasihan sama istri, maka harus juga ber-KB. Kita harus ubah paradigma yang ada, nggak hanya wanita yang ber-KB, tapi pria juga," saat wanita yang harus ber-KB, maka ia harus bergantung dengan pil KB atau suntik yang bersifat hormonal dan kimiawi, atau IUD yang ada batasnya.
"Yang namanya hormonal, pasti dalam jangka panjang menyebabkan perubahan hormon. Dan apa bapak-bapak tega, istrinya nggak sakit tapi harus terus minum obat yang bersifat kimiawi. Paradigma KB ini harus segera diubah,"
sampai saat ini, baru ada dua jenis kontrasepsi yang diperuntukkan bagi pria, yaitu kondom dan vasektomi.

          Kondom merupakan cara paling efektif bagi pasangan usia subur (PUS) untuk menunda dan mengatur jarak kehamilan, Kondom bekerja dengan mencegah sperma bertemu dengan sel telur sehingga tidak terjadi pembuahan. Penggunaan kondom akan lebih efektif bila digunakan bersama dengan spermasida ( senyawa kimia terdapat dalam bentuk jeli, tablet vagina, kream, busa vaginal yang berfungsi membunuh sperma.), Penggunaan kondom cukup efektif selama digunakan secara tepat dan benar. Kegagalan kondom dapat diperkecil dengan menggunakan kondom dengan cara benar, gunakanlah saat ereksi dan lepaskan pada saat ejakulasi. Kegagalan biasanya terjadi bila kondom robek karena kurang hati-hati atau karena tekanan pada saat ejakulasi sehingga terjadi perembesan. Efek samping dari kondom adalah bila terdapat alergi terhadap karet kondom.
Keuntungan dari kondom dapat dibeli secara bebas diapotik-apotik, mudah digunakan dan kondom juga memperkecil penularan penyakit kelamin.
sedangkan vasektomi cara paling efektif untuk PUS yang sudah tidak ingin punya anak lagi.
METODE OPERASI PRIA (MOP)/ VASEKTOMI :
  • Cara KB permanen bagi pria yang sudah memutuskan tidak ingin punya anak lagi.
  • Pertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan.
  • Operasi yang aman, sederhana dan mudah. Memerlukan hanya beberapa menit di klinik atau praktek dokter.
  • Menggunakan bius lokal.
  • Baru efektif setelah ejakulasi 20 kali atau 3 bulan pasca operasi. Sebelum itu masih harus menggunakan kondom.
  • Tidak ada efek samping jangka panjang.
  • Tidak berpengaruh terhadap kemampuan seksual.       
 Tapi kebanyakan pria Indonesia masih enggan untuk ber-KB dengan berbagai alasan. Dari data BKKBN, lebih dari 60 persen PUS sudah mengikuti program KB, tapi hanya 1,2 persen pria yang ber-KB menggunakan kondom dan 0,3 persen pria yang vasektomi.
Dari hasil temuan dari survei dan penelitian, berikut beberapa alasan
klasik mengapa suami tidak mau ber-KB
L          1.     Larangan dari keluarga
2.     Kurang pengetahuan
3.     Kurang kesadaran
4.     Kurang informasi
5.     Metode terbatas
6.     Kurang dukungan istri
7.     Kurang saran dan biaya
8.     Adanya rumors yang membuat takut
Lalu kapan suami sebaiknya ber-KB?
1         1.  Setiap saat baik untuk menunda kehamilan, mengatur jarak kehamilan dan  mengakhiri  kesuburan.
2. Menyadari jumlah anak dianggap cukup dan istri tidak cocok menggunakan jenis alat kontrasepsi apapun.
3. Empati suami terhadap istri dan tidak ingin menambah beban isteri (over burdent) dengan bertambahnya jumlah anak.
4. Sebagai bukti suami sayang kepada istri dan ingin membebaskan istri dari ketergantungan pemakaian alat kontrasepsi.
5. Suami-istri mempertimbangkan kemampuan ekonominya dalam membesarkan dan membiayai pendidikan anak.


( Sumber : Dr Wiwiek Ekameini, MM, Direktur Bina Kesertaan Keluarga Berencana Jalur Wilayah & Sasaran Khusus BKKBN )





















0 komentar:

Posting Komentar